Pendidikan merupakan sebuah kebutuhan yang wajib adanya bagi umat manusia. Pepatah mengatakan, “kejarlah ilmu sampai negeri Cina”. Atau ada yang bilang, “Ibu merupakan madrasah pertama bagi anaknya”. Dan juga seperti yang tertera pada pembukaan UUD 1945, ”mencerdaskan kehidupan bangsa”. Semua itu tidak lepas dari yang namanya pendidikan. Yang namanya pendidikan itu tidak akan jauh dari kehidupan seorang umat manusia. Seorang manusia berkembang bagaimana pun caranya, seorang manusia tumbuh dengan seiringnya waktu berdetak.

Ada berbagai macam cara seorang manusia mendapatkan pendidikan, melalui bantuan dari dalam mau pun dari luar. Bantuan dari dalam ialah kemampuan memotivasi diri sendiri agar menjadi manusia berkualitas. Lalu, bantuan dari luar bisa jadi manusia lainnya. Bantuan dari manusia lain merupakan hal yang paling penting dalam mendapatkan pendidikan. Untuk itu pihak negara atau pun swasta mendirikan instansi pendidikan, universitas misalnya.

Kampanye tentang pendidikan Indonesia terus berkembang. Pernah dengar “wajib sekolah sembilan tahun”? Kini sudah menjadi dua belas tahun atau di masa yang akan datang semua warga Indonesia wajib Strata-3 (S3). Semakin lama semakin tinggi kesadaran pendidikan di Indonesia ini. Semakin tinggi pendidikannya semakin keren. Kalau kita flashback ada saja alasan orang untuk putus sekolah.

Pada waktu lalu yang menjadi favorit alasan seseorang tidak melanjutkan sekolah adalah karena biaya. Kini, untuk sekolah-sekolah negeri sudah gratis hingga SLTA (SMA/SMK/sederajat). Lalu alasan apalagi? Meski seragam sekolah atau pun buku pelajaran serta biaya perpisahan masih harus diusahakan sendiri oleh orangtua anak yang sekolah, kita patut bersyukur.

Selanjutnya setelah seorang siswa lulus dari SLTA, sebagian memilih bekerja dan banyak yang melanjutkan jenjang pendidikan ke universitas. Nah, di universitas ini menjadi penentunya masa depan. Meski tidak sedikit orang yang bekerja tidak sesuai dengan jurusannya di kampus. Entah kenapa ada saja yang merasa salah jurusan di kampusnya. Namun jangan pernah menyesali dengan apa yang telah diberikan, maka syukuri saja apa yang ada.

Sebagai pusat pemerintahan, DKI Jakarta begitu penting dalam perkembangan pendidikan yang ada di Indonesia. Universitas Negeri Jakarta (UNJ) yang dulu dikenal sebagai IKIP kini sedang melesat cepat layaknya jet. Meski banyak siswa yang dulu menjadikan UNJ sebagai pilihan kedua karena paradigma orang tentang UNJ yang dulunya IKIP dan IKIP menghasilkan lulusan untuk menjadi guru dan dulu gaji guru tidak menjanjikan.

Sekarang coba kita lihat, gedung-gedung sudah menjulang tinggi di kampus A UNJ di daerah Rawamangun. Tidak hanya di Rawamangun, UNJ pun memiliki kampus B di dekat Veldrome, kampus D di Halimun, Kampus E di Setiabudi, dan UNJ memiliki tanah yang luas sekali di daerah Cikarang (seperti pada gambar di awal). Perkembangan UNJ yang melesat bak jet tempur cepat ini tidak lepas dari peran pemerintah, pihak birokrat kampus, alumni dan juga peran mahasiswanya.

Tepat pada bulan Mei ini yang menjadi bulan pendidikan di Indonesia dan juga UNJ merayakan Dies Natalis yang kesekian kalinya. Pada tahun 2016 ini, pihak kampus berencana membebankan kepada mahasiswa baru dengan uang pangkal yang cukup besar nominalnya, dan Uang Kuliah Tunggal (UKT) naik. Ya, lagi-lagi setelah kabar itu beredar pergerakan mahasiswa di UNJ tidak tinggal diam. Disepakati kalau uang pangkal tersebut tidak jadi diberlakukan dan UKT sama seperti tahun lalu, namun ada salah satu akibat kesepakatan tersebut ialah pengaruh kemampuan keuangan UNJ sehingga akan terjadi penyesuaian dalam pelaksanaan program dan kualitas pelayanan di lapangan.

Akankah UNJ akan terus berkembang pesat bagai jet?
Dengan berkembang pesatnya UNJ, bukan hanya soal sarana dan prasarana, soal kualitas pendidikannya, bila UNJ dapat bersaing dengan kampus-kampus di luar Jakarta. Tentu, UNJ bak primadona bagi siswa yang berdomisili di Jakarta untuk memilih UNJ sebagai nomor satu. UNJ tidak hanya akan menjadi jet yang terbang cepat, UNJ bisa jadi lebih manfaat.

Satu hal yang menjadi paradigma kebanyakan orang dengan UNJ yaitu lulusannya akan menjadi guru. Memang di UNJ dibagi beberapa Fakultas, misalnya Fakultas Teknik, namun masih dengan identitas IKIP, yaitu pendidikan. Program Studi (Prodi) pendidikan masih lebih banyak ketimbang murninya. Namun, itu menjadi ciri khas UNJ yang sangat unik.

Justru menurut hasil pengamatan, bahwa lulusan UNJ dari Fakultas Teknik tidak banyak yang menggeluti dunia pendidikan meski bertitel Sarjana Pendidikan. Misalnya dari Prodi Pendidikan Teknik Bangunan, lebih dari 50% malah bekerja pada bidang konstruksi. Memang tidak dapat dipungkiri di semua bidang membutuhkan pendidikan. Mau sebagai kerja kantoran, mau sebagai kerja lapangan. UNJ memberikan dasar-dasar pendidikan untuk nanti dikembangkan di tempat kerja. Maka, beruntung lah dan tetap lah bersyukur menjadi bagian dari UNJ.

Perlahan tapi pasti, kita semua berharap di tahun ini UNJ akan menunjukkan grafik peningkatan perkembangan meski pun “akan terjadi penyesuaian dalam pelaksanaan program dan kualitas pelayanan di lapangan”. Seperti lulusan UNJ yang ber-Prodi pendidikan mendapat jaminan jenjang proses sertifikasi sebagai guru atau pun lulusan UNJ dapat tempat yang layak ketika bekerja, serta lulusan UNJ yang berwirausaha mendapat akses bantuan lebih mudah. Semoga.

Ketika UNJ menjadi hebat, tentu DKI Jakarta menjadi kuat. Ketika DKI Jakarta kuat, Indonesia akan melesat cepat bak pesawat jet yang menari di langit membentuk formasi siap bertempur.
Dengar lah derap gembira, suara langkah bersama. (Mars UNJ)

Oleh : Galih Setio Utomo, S.Pd

Categorized in: