Dewasa ini kita sering mendengar kata “Kepemimpinan” atau bahkan ada sebuah pertanyaan, “Apakah seperti itu sikap seorang pemimpin?”

Perlu diperhatikan bahwa pemimpin dan kepemimpinan itu berbeda. Pemimpin adalah orang yang memimpin, sedangkan kepemimpinan adalah cara seseorang dalam memimpin. Sejatinya kita semua adalah seorang pemimpin, namun tidak semua manusia mampu menunjukkan adanya sifat kepemimpinan dalam dirinya. Mengapa demikian? Karena banyak orang merasa tidak percaya diri dalam menunjukkan sifat kepemimpinannya. Mereka pun tidak mengetahui seperti apa sosok pemimpin yang baik. Indonesia merupakan salah satu negara yang dapat dijadikan contoh bahwa pemimpinnya kurang baik dalam memimpin negara. Banyak protes terjadi di kalangan mahasiswa saat ini terkait dengan rezim pemerintahan Indonesia.

Lantas bagaimanakah perspektif Islam mengenai kepemimpinan dan seperti apakah seorang pemimpin yang baik itu?

Allah berfirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 30:
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً ۖ قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۖ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ

Artinya : “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat, “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata : “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman : “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”

Telah kita ketahui bahwasanya Allah menciptakan manusia di bumi sebagai khalifah (pemimpin). Sudah seharusnya kita menyadari bahwa amanah yang Allah berikan ini patut kita laksanakan. Tak perlu kita menjadi pemimpin dalam sebuah pemerintahan atau organisasi di lingkungan kampus, setidaknya kita mampu memimpin diri sendiri.

Kepemimpinan atau leadership merupakan suatu proses untuk dapat memengaruhi pikiran, perasaan, dan perilaku orang lain, baik dalam bentuk individu maupun kelompok untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Proses mempengaruhi tersebut dapat berlangsung meskipun tidak ada ikatan-ikatan yang kuat dalam suatu organisasi, karena kepemimpinan lebih menitikberatkan pada fungsi bukan pada struktur (1). Adapun kepemimpinan Islam menurut Muhadi Zainuddin, “Kategori kepemimpinan Islam itu lebih tepat jika didasarkan pada sistem dan cara yang dipraktekkan dalam memimpin.”

Jadi, kepemimpinan Islam adalah sebuah kepemimpinan yang mempraktekan nilai-nilai ajaran Islam, terlepas apakah pelakunya seorang muslim atau tidak (2).

Pemimpin ibarat kepala dalam satu anggota tubuh. Jika kepala tersebut tidak dapat mengatur anggota tubuhnya dengan baik, maka mustahil tubuh tersebut dapat berjalan. Dalam kehidupan berjama’ah, pemimpin adalah sosok paling tinggi peranannya. Ia memiliki peranan strategis dalam pengaturan pola (minhaj) dan gerakan (harakah). Kecakapannya dalam memimpin akan mengarahkan rakyatnya kepada tujuan yang ingin dicapai, yaitu kejayaan dan kesejahteraan umat dengan iringan ridho Allah seperti dalam QS. Al-Baqarah ayat 207 (3).

Sudah jelas diterangkan bahwa sebagai pemimpin yang baik, yaitu pemimpin yang Rabbani. Kita diperintahkan untuk memperhatikan hablun minallah dan hablun minannas. Tidak cukup dengan memandang persoalan sosial saja tetapi hubungan dengan Allah harus dikuatkan. Sebagai contoh Gubernur Said bin Amir Al-Jumahi, beliau adalah sosok yang sederhana, dekat dengan umat, namun tetap memiliki jeda waktu untuk berhubungan dengan Allah.

Allah berfirman dalam QS. At-Taubah ayat 128:
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

“Sungguh telah datang kepadamu seorang rasul dari kaum-mu sendiri, terasa berat olehnya penderitaan kamu, sangat menginginkan keimanan dan keselamatan bagi kamu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.”

Sosok pemimpin paling rabbani berikutnya yaitu Nabi Muhammad SAW. Beliau memiliki perangai dan perilaku yang baik, tidak pernah menyakiti orang lain walaupun ia selalu dicaci maki, dan selalu mendekatkan diri kepada Allah karena beliau paham jika Ia jauh dari Allah, maka umatnya akan rugi.

Bangsa ini sedang mengalami krisis pemimpin. Pemimpin yang seharusnya mengayomi dan mengamankan nasib rakyat justru memiliki andil paling besar dalam mengenyahkan martabat, nyawa, dan harta benda rakyat.

Nabi Muhammad telah mengajarkan kepada kita bahwa ada empat kriteria yang harus dimiliki untuk menjadi seorang pemimpin rabbani, kriteria pertama adalah Shiddiq. Shiddiq artinya benar baik ucapan maupun perbuatannya. Jika seorang pemimpin tidak memiliki sifat Shiddiq, maka anggotanya pun tidak akan percaya dengan pemimpinnya bahkan kebijakan yang dibuatnya sekalipun. Apabila kepercayaan telah dibangun, tentu akan terjadi sinergi yang baik antara pemimpin dan anggotanya, sehingga terciptalah lingkungan yang madani.

Kedua, yaitu Amanah. Pepatah arab mengatakan “Titipkanlah amanah pada orang yang sibuk.” Karena orang yang sibuk cenderung menghargai waktu dan menjalankan urusan-urusannya dengan baik. Jika seorang pemimpin telah dapat dipercaya oleh anggotanya, maka dia harus bisa menjaga amanah yang telah diberikan untuk kemaslahatan bersama.

Kriteria selanjutnya adalah Tabligh, tabligh artinya menyampaikan. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang menyampaikan suatu kebenaran bukan menyembunyikannya. Lebih baik pula pemimpin dapat menebarkan kebaikan di mana pun dia berada.

Terakhir, kriteria yang wajib ada pada diri seorang pemimpin adalah Fathonah. Seorang pemimpin harus memiliki kecerdasan tinggi karena Ia akan mengorganisir para anggotanya dengan baik. Jika kita dipimpin oleh pemimpin yang bodoh, maka kita yang dipimpin pun termasuk orang yang bodoh. Zaman sekarang banyak pemimpin yang cerdas dan punya banyak ilmu, namun kebanyakan dari mereka menyalahgunakan kecerdasan yang mereka miliki, sehingga tak dapat kita pungkiri Indonesia punya banyak orang cerdas namun mereka terlalu individualis atau apatis dengan keadaan negeri ini.

Allah berfirman dalam QS. At-Tahrim ayat 6:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”

Sudah jelas bahwa seorang pemimpin yang baik tidak hanya memikirkan dirinya sendiri melainkan bertanggungjawab kepada seluruh umat manusia yang ada di bawah naungannya.

Pemimpin yang dibutuhkan di zaman ini adalah pemimpin yang rabbani, seseorang yang tidak hanya baik dalam hubungan horizontalnya namun juga baik dalam hubungan vertikalnya.

Contoh seorang pemimpin yang rabbani adalah Rasulullah SAW, beliau adalah suri tauladan yang baik bagi seluruh umat manusia, baik dalam ucapan maupun perbuatannya. Kita tidak dapat persis seperti Rasulullah namun kita dapat meneladani beberapa sifatnya dalam memimpin umat sebagai referensi mengenai kepemimpinan yang sesuai dengan syariat Islam.

Daftar Pustaka:
(1) Khatib Pahlawan Karyo, Kepemimpinan Islam dan Dakwah, (Jakarta: Amzah, 2005), hlm.9.
(2) Mahdi Zainuddin, Studi Kepemimpinan Islam, (Yogyakarta: Al-Muhsin, 2002), hlm.15-16.
(3) Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.”

Oleh: Yuly Ulan Dari

Categorized in: