Tersebarnya sebuah opini liar di tengah masyarakat sangat berbahaya. Ia seperti masuknya ular berbisa kesebuah rumah; menimbulkan gaduh, ketakutan, ketegangan para penghuni rumah; setidaknya, mereka harus berusaha membunuh ular itu atau mengusirnya keluar. Begitulah keadaan ketika berhembus opini sesat ketengah masyarakat; menimbulkan salah paham, prasangka buruk, curiga-mencurugai, pertentangan pendapat, konflik, sampai saling serang satu sama lain. Masyarakat yang semula tenang, menjadi rusuh akibat opini sesat. Sama halnya seperti yang dialami UNJ saat ini.
Akhir-akhir ini saya mendadak suka membaca meskipun bahasa buku kadang sulit dipahami. Berbagai opini hadir dalam tulisan-tulisan luar biasa yang kemudian dikemas dan disajikan kepada mahasiswa UNJ. Bagimana tidak luar biasa? Satu-persatu muncul tulisan-tulisan baru melalui akun masing-masing atau bahkan dimuat didalam media.
Dimulai dari opini hingga sanggahan atau bahasa salah satu adik saya adalah klarifikasi. Dinamika ini membuat saya tertarik untuk ikut membahasnya. Oh ya, tulisan sederhana ini bukan anti-kritik tapi klarifikasi dan hanya berbagi ilmu yang saya dapat. That’s all. Jujur saja saya kasihan kepada pembaca khususnya mahasiswa UNJ. Bagi sebagian orang yang mungkin tidak sehebat abang akan bingung dan mempertanyakan “siapa yang benar?” atau bahkan berkata “emang benar ya BEM UNJ kayak gitu?”. Jelas sebuah fitnah manakala kita memberikan informasi tidak sesuai dengan kenyataan. Mahasiswa UNJ akan menjadi objek dalam tulisan sederhana ini. Khususnya buat mereka yang sedang mengamati dan mendadak suka membaca tapi bingung akan menentukan kebenaran. Mohon maaf bang tanpa mengurangi rasa hormat saya harus membuat tulisan sederhana ini supaya informasi yang disampaikan kepada masyarakat, khususnya UNJ tidak bersumber dari satu sudut pandang ataupun satu kelompok saja.
Dear Mahasiswa UNJ, Bagaimana Kabarmu?
Apa pendapatmu tentang berita-berita yang beredar dari tulisan abang-abang atau adik-adikmu? Seru ya? Budaya membaca dan menulis kian hadir hampir tiap hari. Semoga berita-berita tersebut tidak lantas membuat proses indoktrinisasi berjalan mulus, khususnya buat perkara yang buruk. Semoga kita menjadi “smart reader” dan jangan sampai perkara baik dianggap buruk , perkara buruk dianggap baik, kebenaran dianggap kesalahan, kesalahan diakui sebagai suatu kebenaran, perbuatan dosa bisa dipuji, perbuatan baik malah dicela. Jangan sampai mahasiswa UNJ dikondisikan untuk menerima tata-nilai terbalik.
Sebelumnya sudah membaca tulisan karya bang Jali, kan? Jika belum mari cek dilink ini : BEM UNJ Hari Ini
Dari sisi Etika Jurnalistik, Pertama, seharusnya setiap hal yang disajikan terlebih tentang sebuah kecurigaan atau tuduhan dilengkapi dengan bukti. Seperti foto, video, dokumen, dan seterusnya. Jangan hanya sebatas opini asal “njeplak”.
Kedua, Sudahkah melakukan cross check ke lembaga yang bersangkutan? Jangan hanya memuat pernyataan berdasarkan asumsi pribadi atau satu sudut pandang saja. Dimana prinsip Cover Both Side? Ini dia klarifikasi dari Ahmad Firdaus yang terlibat dengan BEM UNJ 2015. Red : Klarifikasi Ahmad Firdaus
Ketiga, dari sisi judul bombastik dengan menyebut “BEM UNJ Hari Ini”. Ini adalah suatu pelecehan jika berita yang disajikan tidak relavan dengan kenyataan. Bicara “BEM UNJ Hari Ini” maka bicara secara keseluruhan tentang BEM UNJ, mengapa hanya memuat berita yang sempit dan tidak menyeluruh tentang BEM UNJ? Apakah tidak bang Jali temukan tentang perjuangan rekan-rekan advokasi, terlebih dimasa bayaran? Atau para pejuang-pejuang lainnya yang hingga saat ini masih berstrategi bagaimana caranya bermanfaat bagi masyarakat?
Dear mahasiswa UNJ, mari sama-sama berfikir kritis dan jangan mencampuradukan setiap tulisan dengan perasaan. Sungguh logika sangat dibutuhkan supaya kebaperan tidak menguasai diri dan hati kita. Selamat menentukan diantara kebenaran dan kebohongan.
Bicara masalah opini, maka opini merupakan salah satu yang bisa dibentuk dan diarahkan. Maka saya tidak ingin masyarakat terbentuk oleh opini-opini sesat. Kali ini saya akan bahas tentang “10 Trik Curang Membentuk Opini” karya AM. Waksito yang berjudul “Invasi Media Melanda Kehidupan Umat”, kemudian saya ringkas menjadi 4. Ya, setidaknya ada 4 trik curang yang seringkali dilakukan oleh para penulis untuk membentuk opini, mempengaruhi opini, mempengaruhi akal masyarakat dan melakukan pembodohan.
Oke cekidot :
- Tidak adil dalam mengambil narasumber. Berita-berita yang dimunculkan oleh penulis berdasarkan pada narasumber yang pro , sedangkan narasumber yang kontra tidak diberi tempat sama sekali atau naasnya berita yang dimunculkan hanya berdasarkan sudut pandang pribadi tanpa adanya data atau fakta.
- Menyembunyikan fakta-fakta. Berita yang disajikan oleh penulis miskin fakta-fakta hal ini dilakukan untuk mengelabui masyarakat dan membodohi bangsa. Fakta-fakta yang merugikan atau bisa menguntungkan seringkali disembunyikan. Contoh, penulis sangat galak dan semangat jika menyajikan berita soal kecurigaan dana aksi-aksi masa, padahal banyak saksi hidup yang hingga saat ini masih hidup dan siap memberikan kesaksiannya terkait dana aksi. Di FIP contohnya, untuk sekedar memberangkatkan aksi masa FIP saja tak jarang kami merogoh kocek dari kantong-kantong kami untuk menyewa metromini hingga sampai ketempat aksi.
- Melakukan dramatisasi pemberitaan sesuka hati. Contoh, sebuah pemberitaan yang saya kutip dari bang Jali yang berjudul BEM UNJ HARI INI “namun tentu akan sulit diterima bagi mahasiswa yang beragama selain Islam untuk bersama membaca doa kafaratul majelis ataupun mengawali mengawali kegiatan dengan pembacaan pembacaan ayat suci Al-Qur’an dan sari tilawahnya”. Padahal jelas bahwa tidak ada paksaan bagi mahasiswa non Islam untuk membaca doa kafaratul majelis apalagi membaca Al-Qur’an dan sari tilawahnya. Tidak ada pula larangan berdoa sesuai dengan keyakinannya.
- Melakukan penyesatan opini. Berita-berita yang beredar seringkali melakukan penyesatan opini sehingga akibatnya merusak persepsi yang dibangun dibenak publik. Contoh, menjalankan ajaran agamanya dianggap intoleransi.
Saya rasa BEM UNJ pun terbuka dalam menerima kritik, terlebih jika memang itu benar dan tidak asal “njeplak”. Tulisan-tulisan yang hadir saya yakin bukan anti-kritik hanya saja bentuk klarifikasi dan jangan sampai kejadian ini terulang kembali seperti kata Ahli propaganda Barat : “If you repeat a lie often enough, people will be believe it, and you will even come to believe it your self” (jika kamu terus mengulang-ulang menyiarkan suatu kebohongan, masyarakat lama-lama akan mempercayainya bahkan kamu sendiri akan ikut mempercayainya). Kesalahan pasti ada, karena saya yakin tiada kesempurnaan atas ikhtiar kita. Kita hanya manusia biasa yang tidak terlepas dari dosa dan jauh dari kata sempurna. Para pengemban amanah, mengemban dan memikulnya dalam keadaan berbuat zalim disertai kebodohan. Para pengemban amanah itu senyatanya telah memikul beban yang teramat berat.
Cukuplah tafsir Qs. An Nisa : 83 menjadi pelajaran bagi kita untuk tidak terlalu tergesa-gesa memberitakan dan menyebarkan berita yang belum tentu kebenarannya.
Wallahu ‘allam bish-shawab
Septian Dicky Pratama
Mahasiswa UNJ yang dulunya IKIP