Sudah lebih dari 1 setengah tahun Universitas Negeri Jakarta yang dipimpin oleh Prof. Dr. Djaali menuai banyak tantangan dalam kepemimpinannya. Kepemimpinan Prof. Dr. Djaali terlihat semakin minus, terlebih dalam berbagai persoalan seperti; carut-marutnya pelaksanaan KKN/KKL, isu UKT, permasalahan perparkiran UNJ, isu kepindahan FMIPA UNJ, pemaksaan sistem BEM Prodi, hingga ingkarnya janji rektorat UNJ pada mahasiswa terhadap kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh oknum dosen FIS. Rentetan permasalah kampus ini tentu saja tidak bisa dibiarkan begitu saja. Terlebih, hal ini telah membawa implikasi yang langsung terhadap mahasiswa UNJ, yang ujung-ujungnya, mahasiswa juga yang akan dirugikan.
Baru-baru ini, tersiar kabar bahwa rektorat UNJ seolah terkesan abai dalam pelaksanaan KKN. Carut marutnya pelaksanaan KKN/KKL menjadi isu yang tak bisa dibiarkan begitu saja. Yang terparah, munculnya broadcast di sosial media dari salah satu fakultas bahwa pelaksanaan KKN tidak akan mendapatkan biaya KKN dari kampus, kecuali biaya kelompok yang besarannya hanya 1 juta rupiah. Innalillahi. Dimana pertanggung jawaban kampus terhadap mahasiswanya yang akan melaksanakan KKN selama 1 bulan penuh?
Tak berhenti sampai disitu. Sepertinya kampus ini memang tak lepas dari berbagai persoalan. Ketentuan pelaksanaan UKT seperti yang tertuang dalam Permendikbud No. 73 Tahun 2014 sepertinya tidak berlaku di kampus ini. Tidak adanya transparasi yang jelas dalam penetapan UKT, tidak jelasnya mekanisme penurunan biaya UKT yang terkesan “lempar-lemparan” antar petinggi kampus, dan yang lebih mengusik nurani kita adalah betapa menyakitkannya ucapan Rektor terhadap mahasiswanya dengan ujaran “kalau tidak bisa kuliah, silakan cuti atau menarik diri”. Padahal, kampus, dalam skala terkecil harus menjamin warga negaranya untuk mendapatkan pendidikan yang sepatutnya, sesuai dengan amanat UUD 1945.
Kegeraman mahasiswa UNJ pun bukan saat ini saja. Lihatlah bagaimana permasalahan perparkiran yang seolah menjadi isu abadi yang tak pernah diselesaikan. Fasilitas perparkiran yang tidak layak dan lebih pantas disebut kandang domba. Ditambah, perubahan dari BEM Jurusan menuju BEM Prodi yang terkesan dipaksakan tanpa mempertimbangkan sarana penunjang kegiatan, hingga kita masih ingat betul, betapa ingkarnya janji rektorat bahwa ingin mengadvokasi korban pelecehan seksual yang dilakukan oleh oknum dosen FIS. Dan, masih lekat betul dalam ingatan kita bagaimana mahasiswa FMIPA melakukan aksi di kampus A karena menolak kepindahan mereka dari kampus B. Kampus kita diramaikan dengan mahasiswa FMIPA yang menolak kepindahan ke kampus A dikarenakan fasilitas penunjang belum siap.
Berbagai runtutan fenomena itu membuat publik UNJ tersentuh nuraninya. Berbagai tulisan kritik terhadap birokrasi UNJ dilontarkan. Namun bukannya evaluasi diri, rektorat UNJ malah terkesan anti-kritik. Beberapa mahasiswa harus berulang kali mondar-mandir bertemu dekan, dosen, hingga bawahan Rektor untuk dimintai penjelasan. Bahkan disela-sela klarifikasi itu juga diselingi ucapan “dipidanakan”, “pencemaran nama baik”, hingga “skorsing atau Drop out”. Seperti tak ada harga dirinya saja sebagai seorang mahasiswa. Kritik dibungkam, pengkritik dicari, dan mengingatkan dianggap menyatakan peperangan. Lihatlah ketika sebuah lembaga pendidikan yang kini bertransformasi tak ubahnya bak miniatur rezim orde baru. Apakah dengan mengatakan kebenaran, kami harus menjadi musuhmu?
Dalam merespon runtutan permasalahan di atas yang semakin pelik. Selasa 29 Desember 2015 lalu, –dengan diiringi upaya “peredaman” oleh dekanat fakultas, diadakannya Focus Group Discussion mahasiswa se-UNJ untuk mencari titik terang benang kusut yang terjadi di kampus pendidikan ini. Sebanyak lebih dari 350 mahasiswa menghadiri diskusi kala itu. Di akhir diskusi, seluruh elemen mahasiswa yang terdiri dari BEM UNJ, seluruh BEM Fakultas & tim aksi se-UNJ, ketua lembaga terpilih se-UNJ, didaktika dan gerakan #AdiliAndri, hingga organisasi ekstra-kampus se-UNJ, dan seluruh mahasiswa UNJ yang hadir kala itu sepakat untuk membentuk gerakan intelektual kritis-solutif yang terhimpun dalam ALIANSI MAHASISWA UNJ BERSATU.
Fokus gerakan Aliansi Mahasiswa UNJ Bersatu adalah mengawal isu dalam kampus yang ada di UNJ. Terbaru, tertanggal 30 Desember 2015, dengan perantara BEM UNJ, Aliansi Mahasiswa UNJ Bersatu telah melayangkan surat permohonan audiensi kepada rektorat UNJ untuk menempuh jalur dialogis dalam menyelesaikan permasalahan. Aliansi Mahasiswa UNJ Bersatu menungu itikad baik rektorat UNJ hingga tanggal 5 Januari untuk memenuhi undangan tersebut. Jika tidak ada kabar baik, maka Aliansi Mahasiswa UNJ Bersatu siap untuk mendatangi rektorat UNJ secara bersama-sama,
Carut marut permasalahan internal kampus UNJ yang semakin pelik, hingga menguak kesadaran bersama. Dan hal ini perlu kita sikapi bersama. Untuk itu, Aliansi Mahasiswa UNJ Bersatu, dengan ini menyampaikan 7 Tuntutan Aspirasi Mahasiswa UNJ (TUNAS MAHASISWA UNJ), sebagai berikut;
- Menuntut rektorat UNJ untuk melibatkan elemen mahasiswa yang diwakili oleh BEM UNJ dalam penetapan kebijakan-kebijakan strategis kampus, terutama kebijakan yang bersentuhan langsung dengan mahasiswa;
- Mendesak rektorat UNJ untuk memberikan fasilitas perparkiran yang layak dan aman;
- Menuntut evaluasi pelaksanaan KKN dan KKL secara menyeluruh dengan mahasiswa;
- Mendesak pihak kampus untuk melakukan transparansi penetapan UKT, memberikan alur yang jelas terhadap penurunan UKT, dan UNJ harus menjamin tidak ada mahasiswa yang cuti atau berhenti kuliah karena tidak mampu membayar UKT;
- Dalam perubahan BEM Jurusan ke BEM Prodi, rektorat UNJ harus menjamin ketersediaan fasilitas sekretariat dan pendanaan yang jelas untuk masing-masing BEM Prodi;
- FMIPA hanya akan pindah jika fasilitas penunjang akademik dan organisasi di kampus A telah tersedia;
- Menuntut rektorat UNJ untuk merealisasikan janjinya untuk mengadvokasi korban pelecehan seksual, menonaktifkan AR dan mendesak untuk dibuatnya kode etik antara mahasiswa dan dosen UNJ agar kasus serupa tidak terulang kembali.
Tertanda,
Ahmad Firdaus
Aliansi Mahasiswa UNJ Bersatu
#SaveUNJ
#UNJMenggugat
#MahasiswaUNJBersatu
Comments